Senin, 20 September 2010

N i e t z s c h e


Oleh : shena

Filsuf modern, yang dikenal sebagai pemberontak terhadap kemapanan, dan dogmatisme itu, bernama Friedrich Nietzsche. Ia lahir di Rocken, 15 oktober 1844. Dialah orang pertama yang berani terang-terangan menyatakan “Tuhan telah mati! Kita telah membunuhnya”.
Ungkapan itu yang dipakai Nietzsche untuk mengawali perang melawan setiap bentuk jaminan kepastian yang sudah mulai pudar. Jaminan kepastian pertama adalah Tuhan. Jaminan kepastian lainnya adalah model-model Tuhan, seperti ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip logika, dan kemajuan (progress). Untuk merumuskan runtuhnya dua macam jaminan kepastian itu, Nietzsche cukup mengatakan “Tuhan telah mati”.
Tentu, bukan tanpa alasan, ketika Nietzsche menyerukan nihilisme sebagai kebijakan utama, menggantikan nilai-nilai moralitas yang menurutnya telah usang. Kebudayaan Eropa, sebagaimana disaksikan oleh Nietzsche yang hidup pada akhir abad lalu, seperti aliran sungai yang menggeliat kuat saat mendekati bibir samudra. Metafora itu ditujukan pada orang-orang Eropa yang tidak sanggup lagi merenungkan dirinya sendiri. Atau lebih tepatnya takut merenung.
****
Itulah kisah, bagaimana Nietzsche harus memaklumkan kematian Tuhan kepada khalayak orang-orang yang masih menggenggam keyakinan mereka akan Tuhan. Sepintas, gagasan Nietzsche tentang pudarnya Tuhan, mirip dengan pemikiran August Comte (1798 -1857).
Bagi kita, Tentu pernyataan Nietzsche sangat men-jengkel-kan. Jangankan membunuh Tuhan, membunuh makhluk saja, kita anggap perbuatan jahat. Tapi Nietzsche memang jengkel pada sesuatu disebut Tuhan. Tuhan baginya hanya ada dalam pikiran.
Untuk itulah, Nietzsche dianggap Atheis. Tapi tunggu dulu, andai Tuhan dalam anggapan Nietzsche, tidak ada wujud diluar sana, lalu Tuhan mana yang ia bunuh?. Memang, ia sudah lama gerah dengan agama, sebagaimana dikisahkan di atas. Katanya, “siapapun beragama, pasti tidak bebas”. Agama, baginya dianggap mengebiri kebebasan.
Membunuh Tuhan ala Nietzsche, mungkin dimaknai sebagai perbuatan jahat manusia, karena sesungguhnya Nietzsche sangat religius. Bahkan dalam sebuah riwayat, menyebutkan, diakhir hidupnya, ia terus menyebut-nyebut Tuhan dan merindukannya.
Dugaan saya, orang yang berbuat jahat, bagi Nietzsche, sama dengan menganggap “Tuhan tidak ada” yang berarti “Tuhan telah mati”. Dan manusia telah membunuhnya (karena manusia telah melakukan kejahatan).
Benar dan tidaknya, sekali lagi hanya sekedar dugaan. Yang pasti, bagi Nietzsche “Membunuh Tuhan”, merupakan ajakannya untuk mempertanyakan ulang, apa yang tabu, bahkan haram, untuk disentuh. Ia membalikkan keyakinan orang pada Agama untuk melawan arus pada zamannya.
Oleh karenanya, tak salah jika sosok Nietzsche dikenal sebagai orang yang tak kenal lelah untuk mencari kebenaran. Tanpa pernah putus asa, terus dan terus berpikir. “Jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, carilah!” katanya. Seolah ia ingin mengajak semua orang untuk tak berhenti pada satu keyakinan.
****
Andai saja, Nietzsche masih hidup, dan melihat kondisi negara ini, mungkin saja ia akan tertegun lama. Untuk merenung, mencari jawaban yang pas. Kalau bisa dalam suasana khalwat tanpa batas. Tapi sayang, sekitar tahun 1900, Nietzsche telah lama mati.
Namun, melihat kondisi seperti saat ini, sepertinya, tak perlu menghidupkan kembali Nietzsche, dan mendatangkannya ke sini, untuk menilai macam apa kejahatan yang telah terjadi. Karena saya yakin, anda lebih tahu darinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar